Tentang pengenalan syekh Ahmad At Tijani, saya akan mengurai Sekilas Biografi Syekh Ahmad al-Tijani. Semoga bermanfaat.
Syekh Ahmad al-Tijani, dilahirkan pada tahun 1150 H. (1737 M.) di
`Ain Madi, sebuah desa di Al-Jazair. Syekh Ahmad al-Tijani memiliki
nasab sampai kepada Rasulullah saw. lengkapnya adalah Abu al-Abbas Ahmad
Ibn Muhammad Ibn Mukhtar Ibn Ahmab Ibn Muhammad Ibn Salam Ibn Abi al-Id
Ibn Salim Ibn Ahmad al-`Alawi Ibn Ali Ibn Abdullah Ibn Abbas Ibn Abd
Jabbar Ibn Idris Ibn Ishak Ibn Zainal Abidin Ibn Ahmad Ibn Muhammad
al-Nafs al-Zakiyyah Ibn Abdullah al-Kamil Ibn Hasan al-Musana Ibn Hasan
al-Sibti Ibn Ali Ibn Abi Thalib, dari Sayyidah Fatimah al-Zahra putri
Rasuluullah saw.
Beliau wafat pada hari Kamis, tanggal 17 Syawal tahun 1230 H., dan dimakamkan di kota Fez Maroko.
Sejak umur tujuh tahun Syekh Ahmad al-Tijani telah hafal al-Qur’an
dan sejak kecil beliau telah mempelajari berbagai cabang ilmu seperti
ilmu Usul, Fiqh, dan sastra. Dikatakan, sejak usia remaja, Syekh Ahmad
al-Tijani telah menguasai dengan mahir berbagai cabang ilmu agama Islam,
sehingga pada usia dibawah 20 tahun beliau telah mengajar dan memberi
fatwa tentang berbagai masalah agama.
Pada usia 21 tahun, tepatnya pada tahun 1171 H. Syekh Ahmad al-Tijani
pindah ke kota Fez Maroko. untuk memperdalam ilmu tasawuf. Selama di
Fez beliau menekuni ilmu tasawuf melalui kitab Futuhat al-Makiyyah, di
bawah bimbingan al-Tayyib Ibn Muhammad al-Yamhalidan Muhammad Ibn
al-Hasan al-Wanjali. Al-Wanjali mengatakan kepada Syekh Ahmad al-Tijani :
“Engkau akan mencapai maqam kewalian sebagaimana maqam al-Syazili”.
Selanjutnya beliau menjumpai Syekh Abdullah Ibn Arabi al-Andusia, dan
kepadanya dikatakan : (Semoga Allah membimbingmu); “Kata-kata ini di
ulang sampai tiga kali”. Kemudian beliau berguru kepada Syekh Ahmad
al-Tawwasi, dan mendapat bimbingan untuk persiapan masa lanjut. Ia
menyarankan kepada Syekh Ahmad al-Tijani untuk berkhalwat (menyendiri)
dan berzikir (zikr) sampai Allah memberi keterbukaan (futuh). Kemudian
ia mengatakan : “Engkau akan memperoleh kedudukan yang agung (maqam
‘azim)”.
Ketika Syekh Ahmad al-Tijani memasuki usia 31 tahun, beliau
mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah swt., melalui amalan beberapa
thariqat. Thariqat pertama yang beliau amalkan adalah thariqat
Qadiriyah, kemudian pindah mengamalkan thariqat Nasiriyah yang diambil
dari Abi Abdillah Muhammad Ibn Abdillah, selanjutnya mengamalkan
thariqat Ahmad al-Habib Ibn Muhammaddan kemudian mengamalkan thariqat
Tawwasiyah. Setelah beliau mengamalkan beberapa thariqat tadi, kemudian
beliau pindah ke Zawiyah (pesantren sufi) Syekh Abd al-Qadir Ibn
Muhammad al-Abyadh.
Pada tahun 1186 H. Beliau berangkat ke tanah suci untuk melaksanakan
ibadah haji. Ketika beliau tiba di Aljazair, beliau menjumpai Sayyid
Ahmad Ibn Abd al-Rahman al-Azhari seorang tokoh thariqat Khalwatiah, dan
beliau mendalami ajaran thariqat ini. Kemudian beliau berangkat ke
Tunise dan menjumpai seorang Wali bernama Syekh Abd al-Samad al-Rahawi.
Di kota ini beliau belajar thariqat sambil mengajar tasawuf.
Ajaran dan Dzikir Tarekat Tijaniyah
Sejauh ini at-Tijani tidak meninggalkan karya tulis tasawuf yang
diajarkan dalam tarekatnya. Ajaran-ajaran tarekat ini hanya dapat
dirujuk dalam bentuk buku-buku karya murid-muridnya, misalnya Jawahir
al-Ma’ani wa Biligh al-Amani fi-Faidhi as-Syekh at-Tijani, Kasyf
al-Hijab Amman Talaqqa Ma’a at-Tijani min al-Ahzab, dan As-Sirr al-Abhar
fi-Aurad Ahmad at-Tijani. Dua kitab yang disebut pertama ditulis
langsung oleh murid at-Tijani sendiri, dan dipakai sebagai panduan para
muqaddam dalam persyaratan masuk ke dalam Tarekat Tijaniyah pada abad
ke-19.
Tarekat Tijaniyah mempunyai wirid yang sangat sederhana dan wadhifah
yang sangat mudah. Wiridnya terdiri dari Istighfar, Shalawat dan Tahlil
yang masing-masing dibaca sebanyak 100 kali. Boleh dilakukan dua kali
dalam sehari, setelah shalat Shubuh dan Ashar. Wadhifahnya terdiri dari
Istghfar (astaghfirullah al-adzim alladzi laa ilaha illa hua al hayyu
al-qayyum) sebanyak 30 kali, Shalawat Fatih (Allahumma shalli ‘ala
sayyidina Muhammad al-fatih lima ughliqa wa al-khatim lima sabaqa, nasir
al-haqq bi al-haqq wa al-hadi ila shirat al-mustaqim wa’ala alihi
haqqaqadruhu wa miqdaruh al-adzim) sebanyak 50 kali, Tahlil (La ilaaha
illallah) sebanyak 100 kali, dan ditutup dengan doa Jauharatul Kamal
sebanyak 12 kali.
Pembacaan wadhifah ini juga paling sedikit dua kali sehari semalam,
yaitu pada sore dan malam hari, tetapi lebih afdlal dilakukan pada malam
hari. Selain itu, setiap hari Jum’at membaca Hayhalah, yang terdiri
dari dzikir tahlil dan Allah, Allah, setelah shalat Ashar sampai
matahari terbenam. Dalam hal dzikir ini at-Tijani menekankan dzikir
cepat secara berjamaah. Beberapa syarat yang ditekankan tarekat ini
untuk prosesi pembacaan wirid dan wadhifah: berwudlu, bersih badan,
pakaian dan tempat, menutup aurat, tidak boleh berbicara, berniat yang
tegas, serta menghadap kiblat.
Satu hal yang penting dicatat dari dzikir Tarekat Tijaniyah — yang
membedakannya dengan tarekat-tarekat lain — adalah bahwa tujuan dzikir
dalam tarekat ini, sebagaimana dalam Tarekat Idrisiyyah, lebih
menitikberatkan pada kesatuan dengan ruh Nabi SAW, bukan kemanunggalan
dengan Tuhan, hal mana merupakan perubahan yang mempengaruhi landasan
kehidupan mistik. Oleh karena itu, anggota tarekat ini juga menyebut
tarekat mereka dengan sebutan At-Thariqah Al-Muhammadiyyah atau
At-Thariqah al-Ahmadiyyah, termanya merujuk langsung kepada nama Nabi
SAW. Akibatnya, jelas tarekat ini telah memunculkan implikasi yang
ditandai dengan perubahan-perubahan mendadak terhadap asketisme dan
lebih menekankan pada aktivitas-aktivitas praktis. Hal ini tampak sekali
dalam praktik mereka yang tidak terlalu menekankan pada bimbingan yang
ketat, dan penolakan atas ajaran esoterik, terutama ekstatikdan
metafisis sufi. Ciri khusu dari dzikir dan wirid yang menjadi andalan
milik penuh tarekat ini adalah Shalawat Fatih dan Jauharat al-Kamal.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !